
Oknum Babinsa Sojol Dilaporkan ke Denpom XIII/2 Palu Terkait Dugaan Intimidasi Warga Bou
- By REDAKSI --
- Sunday, 09 Feb, 2025
DONGGALA, Sararamedia.id -Seorang oknum Bintara Pembina Desa (Babinsa) dari Kodim 1306 Kota Palu, Kopral Dua (Kopda) Ibrahim, dilaporkan ke Detasemen Polisi Militer (Denpom) XIII/2 Palu. Laporan ini tercatat dalam Surat Tanda Terima Lapor Pengaduan (STTLP) Nomor STTLP/04/II/2025 tertanggal 4 Februari 2025.
Laporan tersebut terkait pernyataan Kopda Ibrahim yang terekam dalam sebuah video saat berusaha meredam aksi protes warga Desa Bou, Kecamatan Sojol, terhadap aktivitas tambang Galian C milik PT Rahmat Cipta Khatulistiwa (RCK). Dalam video berdurasi beberapa menit itu, Ibrahim diduga menyebut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sulteng telah dilaporkan ke polisi atas tuduhan pencemaran nama baik oleh PT RCK.
Deputi LBH Sulteng, Rusman Rusli, menjelaskan kepada wartawan pada Sabtu (8/2/2025), mengatakan bahwa pihaknya melaporkan Kopda Ibrahim karena dianggap mencemarkan nama baik LBH Sulteng. LBH Sulteng, yang dipimpin Julianer Adityawarman, selama ini aktif mendampingi warga Desa Bou melalui Forum Petani dan Nelayan Bou dalam advokasi terkait dampak lingkungan akibat tambang PT RCK.
Rusman menegaskan bahwa masyarakat Bou telah lama menolak perpanjangan izin PT RCK yang dianggap merusak ekosistem sungai di desa tersebut. Ia menilai tindakan Kopda Ibrahim terkesan berpihak kepada perusahaan dan berupaya mengintimidasi warga yang memperjuangkan hak lingkungan mereka. LBH Sulteng mendesak Denpom XIII/2 Palu untuk memberikan sanksi tegas atas dugaan pelanggaran disiplin dan tindak pidana militer yang dilakukan oleh oknum Babinsa tersebut.
Aksi protes warga Desa Bou terjadi pada Sabtu (1/2/2025) lalu, diwarnai penghadangan oleh aparat desa dan oknum TNI. Video aksi tersebut menunjukkan pernyataan Kopda Ibrahim yang menyebut pendamping hukum warga dari LBH Sulteng telah dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik.
Dalam beberapa pertemuan antara warga, perusahaan, serta aparat desa dan kecamatan, terungkap bahwa PT RCK belum memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang sah. Selain itu, terdapat kesalahan dalam penyebutan lokasi izin pada dokumen Studi Kelayakan tahun 2024 yang disahkan pemerintah.
LBH Sulteng berharap laporan ini menjadi perhatian serius aparat militer, demi menjaga netralitas TNI dalam persoalan yang melibatkan masyarakat dan perusahaan. Pihaknya juga mengimbau agar aparat lebih mengutamakan perlindungan terhadap hak-hak warga. (***)