Kekerasan Berulang di Ponpes Alkhairaat Madinatul Ilmi : Oknum Pembina Dilaporkan Orang Tua Santri

PALU, Sararamedia.id - Oknum pembina (ustad) di pondok pesantren (ponpes) Alkhairaat Madinatul Ilmi Dolo kembali diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap para santri laki-laki. Tindakan tersebut melibatkan pemukulan dan cambukan dengan menggunakan kayu, bambu, serta pipa air.

Berdasarkan pengakuan Mohamad Rezah Filsavad, orang tua santri NB (13) dan DP (14), kekerasan yang dilakukan oleh oknum pembina berinisial TR terjadi pada 18 September 2024. Anak-anaknya menceritakan insiden tersebut saat sedang beristirahat di rumah karena sakit.

``Saat pulang dari pondok untuk berobat, anak saya menceritakan kejadian pemukulan dan cambukan yang dialaminya. Kejadian itu terjadi di ponpes Alkhairaat Madinatul Ilmi pada tanggal 18 September 2024,`` ungkap Rezah.

Setelah sehari di rumah, Rezah mengantarkan anaknya kembali ke pesantren pada 19 September 2024. Pada tanggal 28 September, ketika Rezah datang ke pesantren untuk memberikan hadiah baju dan berbicara dengan salah satu pembina, anaknya kembali mengalami kekerasan yang sama.

``Ketika saya hendak keluar dari ponpes, anak saya berlari sambil menangis dan memeluk saya. Ia menceritakan bahwa oknum pembina TR kembali melakukan tindakan kekerasan, tidak hanya kepada dirinya, tetapi juga kepada sebelas santri lainnya,`` ujar Rezah di Warkop K3, Jalan MT Haryono, Senin (30/9/2024) waktu setempat.

Sebagai orang tua, Rezah merasa sangat keberatan dan kecewa atas tindakan kekerasan tersebut, yang dilakukan dengan alasan terlambat masuk masjid dan lambat mandi. Kekerasan itu dilakukan dengan hitungan mundur di kamar mandi, di mana santri yang lambat dihukum dengan berbagai jumlah cambukan.

``Pada hari itu, TR berkata, 'Sudah kau ini santri yang main lapor-lapor,' sambil memberikan hukuman cambuk sebanyak 100 kali. Pagi hari anak saya dicambuk lima kali dan malamnya 95 kali,`` ungkap Rezah, berdasarkan pengakuan anaknya NB.

Atas tindakan kekerasan ini, Rezah bersama orang tua DP segera melaporkan kejadian tersebut ke Polda Sulawesi Tengah, disertai hasil visum dari rumah sakit Bhayangkara. Mereka berharap agar kasus ini segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang.

Setelah melapor ke Polda Sulteng, kedua orang tua santri juga mengajukan pengaduan ke UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sulawesi Tengah. Akibat kekerasan tersebut, kedua santri mengalami trauma dan menolak kembali ke pesantren untuk melanjutkan pendidikan mereka.

``Kami berharap agar oknum pembina yang melakukan kekerasan terhadap santri segera diproses secara hukum. Ini bukan pertama kalinya kekerasan terjadi, meskipun pimpinan pondok sudah pernah memanggil TR``. tutup Reza. (Sir)


Comment As:

Comment (0)