WALHI Gugat Tiga Perusahaan Tambang di Morowali Utara : Suara Lingkungan, Suara Kehidupan
PALU, Sararamedia.id – Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) resmi menggugat tiga perusahaan tambang yang beroperasi di Kabupaten Morowali Utara, yaitu PT Stardust Estate Investment (Tergugat I), PT Gunbuster Nickel Industry (Tergugat II), dan PT Nadesico Nickel Industry (Tergugat III). Gugatan ini juga melibatkan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia (Turut Tergugat I), Gubernur Sulawesi Tengah (Turut Tergugat II), dan Bupati Morowali Utara (Turut Tergugat III).
Gugatan yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Poso pada tanggal 10 Desember 2024 dengan nomor register 202/Pdt.Sus-LH/2024/PN Pso ini dijadwalkan menjalani sidang perdana pada 7 Januari 2025. Gugatan tersebut dilayangkan oleh Ketua WALHI, Zendi Suhadi dan Sekretarisnya, Muhammad Islah.
Kuasa hukum WALHI, Sandy Prasetya Makal, menjelaskan bahwa ketiga perusahaan tambang tersebut diduga melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) berupa pencemaran dan perusakan lingkungan. WALHI mendesak para tergugat untuk segera memulihkan lingkungan di wilayah terdampak, termasuk sungai, pesisir, dan perkampungan yang terkena dampak langsung dari aktivitas pertambangan.
Tuntutan Ganti Rugi dan Sanksi Denda
Dalam gugatannya, WALHI meminta pengadilan menghukum Tergugat I, II, dan III dengan membayar denda paksa (dwangsom) sebesar Rp.1 juta per hari. Denda ini akan disetorkan ke rekening Pemerintah Kabupaten Morowali Utara jika tergugat lalai menjalankan isi putusan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.
Selain itu, WALHI menuntut ganti rugi sebesar Rp.23.685.000, yang mencakup biaya operasional investigasi dan pengambilan sampel sebesar Rp.8.700.000 serta biaya pengujian laboratorium sebesar Rp.14.985.000. WALHI juga menegaskan bahwa para turut tergugat, termasuk Tergugat I, II, dan III, bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap proses pemulihan lingkungan hidup pascaputusan.
Dampak Lingkungan dan Sosial
Berdasarkan riset WALHI, aktivitas industri yang dilakukan oleh ketiga perusahaan tambang tersebut berdampak buruk pada kualitas lingkungan di sekitar Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) Morowali. Indikator pencemaran laut ditemukan melalui pengujian kandungan bahan berbahaya pada ikan dan kerang.
Dampak ini juga dirasakan oleh masyarakat sekitar, khususnya nelayan dan warga Desa Tanauge serta Kecamatan Petasia Timur. Sebanyak 20 nelayan di Desa Tanauge kehilangan mata pencaharian mereka akibat perubahan kondisi laut yang menjadi panas dan keruh setelah pembuangan air pendingin dari PLTU ke laut.
Selain itu, WALHI mencatat sebanyak 1.750 warga Desa Tanauge dan Kecamatan Petasia Timur terserang penyakit gatal-gatal dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang diduga akibat pencemaran dari PLTU Captive. Dari jumlah tersebut, terdapat 20 anak-anak dan 100 perempuan yang turut terdampak.
Desakan Penghentian Operasi Tambang
Sandy Prasetya Makal menyatakan bahwa WALHI meminta pengadilan agar operasi tambang Tergugat I, II, dan III dihentikan.
``Kalau tidak dihentikan, maka pemulihan lingkungan akan sia-sia,`` tegas Sandy dihadapan awak media, bertempat di Sekretariat Walhi Sulteng Jalan Tg. Manimbaya Kota Palu, Sabtu sore, (14/12/2024) waktu setempat.
Dengan gugatan ini, WALHI berharap pengadilan dapat memberikan putusan yang adil dan memberikan keadilan lingkungan bagi masyarakat terdampak di Morowali Utara. Sidang perdana yang akan digelar pada tanggal 7 Januari 2025 menjadi momen penting dalam upaya memperjuangkan perlindungan lingkungan dan keadilan sosial bagi masyarakat setempat. (***)